Pages

01 Mei, 2009

1 Mei nih...

Wah..tgl 1 lagi nih..buat sebagian org pasti senang menyambut tgl 1,mungkin terima gaji ato sesuatu yg lain. tp tahukan anda bahwa setiap 1 Mei, diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia yang dikenal dengan istilah May Day.

May Day berasal dari aksi buruh di Kanada pada 1872 untuk menuntut diberlakukannya delapan jam kerja sehari, pada 1 Mei. Sejak 1886, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Sedunia oleh Federation of Organized Trade and Labor Unions.

Secara umum, urgensi dari May Day sebagai momentum bagi kaum buruh untuk memperjuangkan nasib mereka dengan menyuarakan aspirasi terhadap kebijakan di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah.

Sebenarnya di Indonesia ada hari sejenis May Day, yaitu hari pekerja tiap 20 Februari yang kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) pada 1973. Organisasi itu merupakan hasil peleburan 21 serikat buruh yang selamat dari pembantaian terhadap aktivis buruh yang beraliran kiri, atau dianggap beraliran kiri sepanjang tahun awal berdirinya Orde Baru. Serikat buruh yang tadinya berafiliasi dengan partai politik tertentu, pada masa itu, dipaksa melepaskan afiliasi politiknya dan berafiliasi dengan satu-satunya kekuatan politik yang tidak mau mengaku sebagai partai politik.

Setidaknya sejak kita masuk era reformasi, Hari Pekerja pada 20 Februari tidak pernah lagi terdengar gaungnya atau apa pun bentuk peringatannya secara mencolok. Namun, perayaan Hari Buruh diikuti oleh puluhan ribu pekerja. Memang, Hari Pekerja tidak pernah dimaksudkan untuk berpihak pada kesejahteraan pekerja Indonesia. Ideologi yang dikenakan FBSI adalah ideologi harmoni, yakni antara buruh dan pengusaha harus tenang. Tidak boleh ada konflik, lebih cenderung menguntungkan pengusaha tanpa ada kontribusi yang berarti bagi buruh itu sendiri karena memang paradigma yang digunakan berbeda.

Sebenarnya pada 1 Mei 1920 buruh di Indonesia mulai memperingati Hari Buruh. Tapi sejak pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia. Sejak itu pula, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Itu disebabkan gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis, yang sejak peristiwa G30S 1965 ditabukan di Indonesia. Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif. Karena, May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis yang saat itu menjadi fobia akut untuk pemerintahan orde baru.

Berdasarkan catatan, May Day di Indonesia biasanya diperingati dengan pawai dan demonstrasi terutama di jalan utama ibu kota. Tercatat aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.

Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara. Selain itu, lebih 2.000 buruh beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dari berbagai serikat atau organisasi buruh.

Pawai Hari Buruh 1 Mei 2007 di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi pengunjuk rasa. Seperti kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia. Di Yogyakarta, dipenuhi unju rasa ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos. Di Solo, aksi dimulai di Perempatan Panggung dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh tiga kilometer untuk menggelar orasi, lalu berbelok ke Balai Kota Surakarta --beberapa ratus meter dari Gladag.

Hal itu mencemaskan pemerintah. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi tiap 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan gerakan massa buruh yang masuk kategori ‘membahayakan ketertiban umum’. Terjadi malah tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

Tuntutan kaum buruh pada peringatan Hari Buruh dari tahun ke tahun sama saja, yaitu secara umum meminta perbaikan nasib mereka dan pembenahan regulasi dari pemerintah agar lebih berpihak kepada pekerja daripada sekadar menguntungkan pengusaha. Salah satu isu yang mencuat pada 2006 adalah rencana revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalau dicermati, menjelang 11 tahun reformasi, paling tidak ada empat regulasi di tingkat UU yang dibuat pemerintah yaitu UU No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Terakhir UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang bertujuan meningkatkan perlindungan hukum kepada pekerja. Walaupun, standar perlindungan hukum itu sampai sekarang masih menjadi tanda tanya besar bagi buruh sehingga menjadikannya multiinterpretasi.

Tuntutan buruh kelihatannya perlu kita pandang dan kaji jangan hanya dari sisi revisi UU Ketenagakerjaan, karena kita tahu UU itu masih mengandung banyak kelemahan baik ditinjau dari sudut kepentingan buruh, pengusaha, pemerintah, ataupun masyarakat pada umumnya. Kita harus sadar, bahwa peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di samping peralihan perundang-undangan lainnya harus mengikuti hierarki yang seharusnya, komprehensif dan relevan serta antisipatif terhadap perubahan yang begitu cepat.

Menyambut Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2009 ini, mari kita sadari masih banyak yang perlu dibenah dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia terutama nasib dan kesejahteraan buruh. Itu menjadi tugas semua orang yang bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya. Terutama pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pelaksana kebijakan serta regulasi, jangan sampai terjadi lagi rendahnya investasi asing justru akibat praktik negatif aparat negara.

Upah buruh di Indonesia hanya sembilan persen dari biaya produksi, sedangkan biaya pungutan liar dan korupsi bisa mencapai 15 persen. 1 Mei mewakili kemenangan sebuah perjuangan, yang buahnya masih dirasakan oleh buruh sedunia sampai sekarang. Suka atau tidak selagi masih banyak yang perlu diperjuangkan dan harapan yang belum tercapai. Hari Buruh di Indonesia hanya dilihat sebagai hari di mana orang-orang berdemonstrasi dan berorasi di tengah jalan. Kaum buruh harus bangkit dan berjuang sendiri tapi sampai kapan?

Tidak ada komentar:

01 Mei, 2009

1 Mei nih...

Wah..tgl 1 lagi nih..buat sebagian org pasti senang menyambut tgl 1,mungkin terima gaji ato sesuatu yg lain. tp tahukan anda bahwa setiap 1 Mei, diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia yang dikenal dengan istilah May Day.

May Day berasal dari aksi buruh di Kanada pada 1872 untuk menuntut diberlakukannya delapan jam kerja sehari, pada 1 Mei. Sejak 1886, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Sedunia oleh Federation of Organized Trade and Labor Unions.

Secara umum, urgensi dari May Day sebagai momentum bagi kaum buruh untuk memperjuangkan nasib mereka dengan menyuarakan aspirasi terhadap kebijakan di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah.

Sebenarnya di Indonesia ada hari sejenis May Day, yaitu hari pekerja tiap 20 Februari yang kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) pada 1973. Organisasi itu merupakan hasil peleburan 21 serikat buruh yang selamat dari pembantaian terhadap aktivis buruh yang beraliran kiri, atau dianggap beraliran kiri sepanjang tahun awal berdirinya Orde Baru. Serikat buruh yang tadinya berafiliasi dengan partai politik tertentu, pada masa itu, dipaksa melepaskan afiliasi politiknya dan berafiliasi dengan satu-satunya kekuatan politik yang tidak mau mengaku sebagai partai politik.

Setidaknya sejak kita masuk era reformasi, Hari Pekerja pada 20 Februari tidak pernah lagi terdengar gaungnya atau apa pun bentuk peringatannya secara mencolok. Namun, perayaan Hari Buruh diikuti oleh puluhan ribu pekerja. Memang, Hari Pekerja tidak pernah dimaksudkan untuk berpihak pada kesejahteraan pekerja Indonesia. Ideologi yang dikenakan FBSI adalah ideologi harmoni, yakni antara buruh dan pengusaha harus tenang. Tidak boleh ada konflik, lebih cenderung menguntungkan pengusaha tanpa ada kontribusi yang berarti bagi buruh itu sendiri karena memang paradigma yang digunakan berbeda.

Sebenarnya pada 1 Mei 1920 buruh di Indonesia mulai memperingati Hari Buruh. Tapi sejak pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia. Sejak itu pula, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Itu disebabkan gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis, yang sejak peristiwa G30S 1965 ditabukan di Indonesia. Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif. Karena, May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis yang saat itu menjadi fobia akut untuk pemerintahan orde baru.

Berdasarkan catatan, May Day di Indonesia biasanya diperingati dengan pawai dan demonstrasi terutama di jalan utama ibu kota. Tercatat aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.

Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara. Selain itu, lebih 2.000 buruh beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dari berbagai serikat atau organisasi buruh.

Pawai Hari Buruh 1 Mei 2007 di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi pengunjuk rasa. Seperti kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia. Di Yogyakarta, dipenuhi unju rasa ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos. Di Solo, aksi dimulai di Perempatan Panggung dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh tiga kilometer untuk menggelar orasi, lalu berbelok ke Balai Kota Surakarta --beberapa ratus meter dari Gladag.

Hal itu mencemaskan pemerintah. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi tiap 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan gerakan massa buruh yang masuk kategori ‘membahayakan ketertiban umum’. Terjadi malah tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

Tuntutan kaum buruh pada peringatan Hari Buruh dari tahun ke tahun sama saja, yaitu secara umum meminta perbaikan nasib mereka dan pembenahan regulasi dari pemerintah agar lebih berpihak kepada pekerja daripada sekadar menguntungkan pengusaha. Salah satu isu yang mencuat pada 2006 adalah rencana revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalau dicermati, menjelang 11 tahun reformasi, paling tidak ada empat regulasi di tingkat UU yang dibuat pemerintah yaitu UU No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Terakhir UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang bertujuan meningkatkan perlindungan hukum kepada pekerja. Walaupun, standar perlindungan hukum itu sampai sekarang masih menjadi tanda tanya besar bagi buruh sehingga menjadikannya multiinterpretasi.

Tuntutan buruh kelihatannya perlu kita pandang dan kaji jangan hanya dari sisi revisi UU Ketenagakerjaan, karena kita tahu UU itu masih mengandung banyak kelemahan baik ditinjau dari sudut kepentingan buruh, pengusaha, pemerintah, ataupun masyarakat pada umumnya. Kita harus sadar, bahwa peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di samping peralihan perundang-undangan lainnya harus mengikuti hierarki yang seharusnya, komprehensif dan relevan serta antisipatif terhadap perubahan yang begitu cepat.

Menyambut Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2009 ini, mari kita sadari masih banyak yang perlu dibenah dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia terutama nasib dan kesejahteraan buruh. Itu menjadi tugas semua orang yang bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya. Terutama pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pelaksana kebijakan serta regulasi, jangan sampai terjadi lagi rendahnya investasi asing justru akibat praktik negatif aparat negara.

Upah buruh di Indonesia hanya sembilan persen dari biaya produksi, sedangkan biaya pungutan liar dan korupsi bisa mencapai 15 persen. 1 Mei mewakili kemenangan sebuah perjuangan, yang buahnya masih dirasakan oleh buruh sedunia sampai sekarang. Suka atau tidak selagi masih banyak yang perlu diperjuangkan dan harapan yang belum tercapai. Hari Buruh di Indonesia hanya dilihat sebagai hari di mana orang-orang berdemonstrasi dan berorasi di tengah jalan. Kaum buruh harus bangkit dan berjuang sendiri tapi sampai kapan?

Tidak ada komentar:

01 Mei, 2009

1 Mei nih...

Wah..tgl 1 lagi nih..buat sebagian org pasti senang menyambut tgl 1,mungkin terima gaji ato sesuatu yg lain. tp tahukan anda bahwa setiap 1 Mei, diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia yang dikenal dengan istilah May Day.

May Day berasal dari aksi buruh di Kanada pada 1872 untuk menuntut diberlakukannya delapan jam kerja sehari, pada 1 Mei. Sejak 1886, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Sedunia oleh Federation of Organized Trade and Labor Unions.

Secara umum, urgensi dari May Day sebagai momentum bagi kaum buruh untuk memperjuangkan nasib mereka dengan menyuarakan aspirasi terhadap kebijakan di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah.

Sebenarnya di Indonesia ada hari sejenis May Day, yaitu hari pekerja tiap 20 Februari yang kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) pada 1973. Organisasi itu merupakan hasil peleburan 21 serikat buruh yang selamat dari pembantaian terhadap aktivis buruh yang beraliran kiri, atau dianggap beraliran kiri sepanjang tahun awal berdirinya Orde Baru. Serikat buruh yang tadinya berafiliasi dengan partai politik tertentu, pada masa itu, dipaksa melepaskan afiliasi politiknya dan berafiliasi dengan satu-satunya kekuatan politik yang tidak mau mengaku sebagai partai politik.

Setidaknya sejak kita masuk era reformasi, Hari Pekerja pada 20 Februari tidak pernah lagi terdengar gaungnya atau apa pun bentuk peringatannya secara mencolok. Namun, perayaan Hari Buruh diikuti oleh puluhan ribu pekerja. Memang, Hari Pekerja tidak pernah dimaksudkan untuk berpihak pada kesejahteraan pekerja Indonesia. Ideologi yang dikenakan FBSI adalah ideologi harmoni, yakni antara buruh dan pengusaha harus tenang. Tidak boleh ada konflik, lebih cenderung menguntungkan pengusaha tanpa ada kontribusi yang berarti bagi buruh itu sendiri karena memang paradigma yang digunakan berbeda.

Sebenarnya pada 1 Mei 1920 buruh di Indonesia mulai memperingati Hari Buruh. Tapi sejak pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia. Sejak itu pula, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Itu disebabkan gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis, yang sejak peristiwa G30S 1965 ditabukan di Indonesia. Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif. Karena, May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis yang saat itu menjadi fobia akut untuk pemerintahan orde baru.

Berdasarkan catatan, May Day di Indonesia biasanya diperingati dengan pawai dan demonstrasi terutama di jalan utama ibu kota. Tercatat aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Lampung, Makassar, Malang, Surabaya, Medan, Denpasar, Bandung, Semarang, Samarinda, Manado, dan Batam.

Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan, dengan sasaran utama Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara. Selain itu, lebih 2.000 buruh beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dari berbagai serikat atau organisasi buruh.

Pawai Hari Buruh 1 Mei 2007 di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi pengunjuk rasa. Seperti kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia. Di Yogyakarta, dipenuhi unju rasa ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos. Di Solo, aksi dimulai di Perempatan Panggung dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh tiga kilometer untuk menggelar orasi, lalu berbelok ke Balai Kota Surakarta --beberapa ratus meter dari Gladag.

Hal itu mencemaskan pemerintah. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi tiap 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan gerakan massa buruh yang masuk kategori ‘membahayakan ketertiban umum’. Terjadi malah tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.

Tuntutan kaum buruh pada peringatan Hari Buruh dari tahun ke tahun sama saja, yaitu secara umum meminta perbaikan nasib mereka dan pembenahan regulasi dari pemerintah agar lebih berpihak kepada pekerja daripada sekadar menguntungkan pengusaha. Salah satu isu yang mencuat pada 2006 adalah rencana revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalau dicermati, menjelang 11 tahun reformasi, paling tidak ada empat regulasi di tingkat UU yang dibuat pemerintah yaitu UU No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Terakhir UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang bertujuan meningkatkan perlindungan hukum kepada pekerja. Walaupun, standar perlindungan hukum itu sampai sekarang masih menjadi tanda tanya besar bagi buruh sehingga menjadikannya multiinterpretasi.

Tuntutan buruh kelihatannya perlu kita pandang dan kaji jangan hanya dari sisi revisi UU Ketenagakerjaan, karena kita tahu UU itu masih mengandung banyak kelemahan baik ditinjau dari sudut kepentingan buruh, pengusaha, pemerintah, ataupun masyarakat pada umumnya. Kita harus sadar, bahwa peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di samping peralihan perundang-undangan lainnya harus mengikuti hierarki yang seharusnya, komprehensif dan relevan serta antisipatif terhadap perubahan yang begitu cepat.

Menyambut Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2009 ini, mari kita sadari masih banyak yang perlu dibenah dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia terutama nasib dan kesejahteraan buruh. Itu menjadi tugas semua orang yang bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya. Terutama pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pelaksana kebijakan serta regulasi, jangan sampai terjadi lagi rendahnya investasi asing justru akibat praktik negatif aparat negara.

Upah buruh di Indonesia hanya sembilan persen dari biaya produksi, sedangkan biaya pungutan liar dan korupsi bisa mencapai 15 persen. 1 Mei mewakili kemenangan sebuah perjuangan, yang buahnya masih dirasakan oleh buruh sedunia sampai sekarang. Suka atau tidak selagi masih banyak yang perlu diperjuangkan dan harapan yang belum tercapai. Hari Buruh di Indonesia hanya dilihat sebagai hari di mana orang-orang berdemonstrasi dan berorasi di tengah jalan. Kaum buruh harus bangkit dan berjuang sendiri tapi sampai kapan?

Tidak ada komentar: